In
damai semut
Iri rasanya melihat sekelompok semut yang selalu berbaris
rapi, bergotong royong memungut butiran gula yang tumpah itu. Semut-semut juga
tidak lupa saling memberi salam saat berpapaasan. Butir demi butir mereka
kumpulkan bersama, tujuannya tak lain untuk mereka santap bersama kelompok dan
tak lupa bersama sang ratu. Nampaknya tidak ada tanda-tanda pertengkaran
ataupun permusuhan diantara mereka. Semuanya bekerja sesuai pekerjaannya tanpa saling
menjatuhkan satu sama lain. Damai, mungkin itu lebih tepatnya.
Beda dengan manusia. Capek rasanya menghuni dunia ini. Berbaris
rapi? Saling salam saat bertemu? Apalagi bergotong royong?! Tidak sudi mungkin
baginya. Banyak manusia yang seperti tukang tambal ban. Menebar paku dijalan,
dan orang yang tak tau apa-apa terjebak disitu.
Hal sepele yang mereka buat bisa membawa dampak besar. Seperti
korban tukang tambal ban, orang yang tidak bersangkutan pun bisa menjadi
korban. Ambil saja contoh soal pertemanan. Tidak melihat gender, sering kita
lihat beberapa orang kesana-kesini kemanapun mereka pergi selalu bebarengan.
Namun suatu ketika ada kesalah pahaman diantara mereka. Hasilnya mereka
bermusuhan dan tidak lagi bersama. Orang yang tidak bersangkutan apapun dalam
perselisihan mereka menjadi korban. Mungkin hanya karena dia menjadi teman baru
dari salah satu mereka yang berselisih. Haha, konyol sekali ya kedengarannya.
Tapi itu nyata. Lihat saja sekeliling kalian. Dengan cerita yang hampir mirip
pasti ada hal seperti itu.
Ternyata manusia sangat jauh tingkat menghargai sesamanya
dibandingkan dengan hewan sekecil semut. Benar-benar malu melihat sekelompok
semut di meja itu.
130313