biru kuning geografi
01.28
Semangat akan menimba ilmu terlihat di wajah mereka. Lelah
dan letih tak mereka hiraukan.
Suasana malam yang semakin larut tidak mengurungkan niat
para mahasiswa geografi di salah satu universitas negeri itu untuk tetap menulis.
Halaman demi halaman, lembar demi lembar kertas pun penuh dengan hasil
praktikum mereka. Tidak hanya bolpoin dan kertas folio yang menemaninya, pensil
warna turut meramaikan untuk di goreskan di kertas kalkir. Judul, tujuan, alat
dan bahan, dasar teori, langkah kerja, hasil dan pengamatan, analisis,
kesimpulan, daftar pustaka, gambar peta, ya, itu semua yang setiap hari mereka
kerjakan. Mereka mengerjakan laporan praktikum. Laporan yang setiap harinya
harus dikumpulkan, dan mungkin itu termasuk salah satu beban yang harus mereka
kerjakan demi tercapainya suatu harapan.
Tak hanya malam hari, jam kosong hingga jam kuliah pun
mereka sempatkan untuk menulis satu dua paragraf demi laporan itu selesai. Laporan
bagaikan suatu hutang yang selalu mengejar-ngejar untuk segera dibayar.
Waktu istirahat berkurang. Setiap malam mereka mengerjakan
laporan-laporan itu. Mulai dari mengerjakan sendiri hingga berkelompok untuk
menyelesaikannya. Kopi adalah teman setia mereka sang pembuat laporan
praktikum. Meskipun kantuk melanda, laporan praktikum harus tetap jadi.
Tak jarang laporan itu tidak selesai pada waktunya. Para
mahasiswa bernegosiasi kepada dosen ataupun asisten dosen untuk diberi
perpanjangan waktu mengumpulkannya. Dosen dan asisten dosen yang baik hati
mungkin sekali dua kali memberikan perpanjangan waktu. Itu adalah hal yang
sangat ditunggu-tunggu oleh para mahasiswa.
Tidak hanya otak dan tangan mereka yang bekerja, namun
materi mereka juga bekerja. Mereka harus menyisakan uang recehnya tidak hanya
untuk membeli kertas folio, tetapi kertas sampul berwarna biru untuk mahasiswa prodi
murni serta warna kuning untuk mahasiswa prodi pendidikan pun harus mereka
beli. Itu demi laporannya mendapatkan nilai.
Sebenarnya laporan praktikum dengan menggunakan banyak
kertas tersebut tidak sesuai dengan slogan universitasnya yang konservasi. Digunakan
banyak kertas untuk menulis. Lalu tumpukan kertas bersampul biru dan kuning itu
hanya terdiam setelah ujian responsi dilakukan di akhir pertemuan kelas. Sangat
berharap semoga kedepannya tidak banyak membuang kertas seperti sekarang ini.
120612
0 komentar